20 June 2007

Diantara Dua Pilihan Sulit

Ah.... nikah kurang empat hari lagi. Sudah sangat dekat. Perasaan semakin campur aduk. Antara bahagia, harap-harap cemas, penasaran dengan apa yang akan terjadi dimalam pertama saat cuma berdua dengan doi di kamar, sampai yang paling heboh tentang pertentangan prinsip-prinsipku dengan keluarga calon mertua. Disini yang akan aku bahas adalah situasi yang terakhir ini.

Rasanya memang sulit mengambil posisi yang berbeda dengan kebanyakan orang di sekitar kita. Sebagai orang yang lahir dan tumbuh di lingkungan tradisional Jawa, nyatanya setelah tumbuh dewasa malah semakin merasa nggak nyaman dengan aturan-aturan nenek moyang. Walopun ngak begitu jadi extrimis, tapi batin sering merasa tertekan kalo ngadepin pertentangan keyakianan. Bayangin aja, aku yang sudah berketetapan hati untuk ninggalin budaya nenek moyang yang berbau animisme itu sekarang harus njalanin itu semua. Harus ada kembar mayang mengiringi arak-arakanku ke pelaminan. Sebelum sepasaran belum boleh tidur di rumah ortuku yang jelek tapi nyaman itu.begitu banyak aturan yang harus diikutin.

Mungkin buatn sebagian orang ada yang berpikir "apa sih susahnya ngikutin acara yang sebentar itu" permasalahannya bukan di "apa susahnya", tapi ini memang sangat tidak sesuai dengan keyakinanku. Sudah bulat dalam hati buat menerima Islam menjadi satu-satunya ajaran yang benar. dan aku yakin ritual seperti itu bukan dari ajaran Islam, tapi peninggalan budaya Hindu, yang memang dulunya nenek moyang kita mempercayai itu. Menurutku sudah sewajarnya sebagai orang yang berikrar menjadi Muslim cuma menerima ajaran Islam yang menjadi landasan hidup, dan sesegera mungkin ninggalin sisa-sisa ajaran selain Islam. tapi ternyata sulitnya kok minta ampun ya?

Keadaan jadi betul-bwtul sulit, mau berontak kasihan sama doi yang jadi sedih karena bingung berada diantara dua kutup yang berbeda, mau nurut sangat tidak sesuai dengan hati nurani. keadaan jadi bener-bener seperti sebuah hadist yang kurang lebih berarti begini : Beragama di jaman akhir bagaikan menggenggam bara ditangan, tetap dipegang tangan akan terbakar, jika dilepas hilanglah bara yang menerangi jalan kita.

Duh..... Wallahu a'lam.....

No comments: